Sistem yang Tak Pernah Tidur
Kita sadari atau tidak, jutaan operasi dan reaksi
berlangsung dalam tubuh kita setiap detiknya. Hal ini terus berlangsung
walaupun kita sedang tidur.
Kegiatan yang padat ini terjadi dalam selang waktu yang
menurut pandangan kita sangat singkat. Ada perbedaan mendasar antara pandangan
tentang waktu dalam kehidupan kita sehari-hari dengan waktu biologis tubuh
kita. Rentang satu detik yang melambangkan selang wak-tu sangat pendek dalam
keseharian kita, berjalan sangat lama bagi kebanyakan sistem dan organ yang
bekerja dalam tubuh kita. Jika semua kegiatan yang dilaksanakan oleh semua
organ, jaringan, dan sel tubuh dalam satu detik itu dituliskan, hasilnya tak
terbayangkan, di luar batasan pikiran manusia.
Salah satu sistem terpenting, yang terus-menerus melakukan
kegiatan dan tidak pernah melalaikan tugasnya, adalah sistem pertahanan.
Sistem ini melindungi tubuh siang dan malam dari semua jenis penye-rang. Ia
bekerja dengan penuh ketekunan, layaknya pasukan tempur berperalatan lengkap,
bagi tubuh yang dilayaninya.
Setiap sistem, organ, atau kelompok sel di dalam tubuh
mewakili ke-seluruhan di dalam suatu pembagian kerja yang sempurna. Setiap
kega-galan dalam sistem menghancurkan tatanan ini. Dan sistem kekebalan sangat
diperlukan.
Mungkinkah kita bertahan hidup kalau sistem pertahanan tidak
ada? Atau, hidup macam apa yang akan kita jalani jika sistem ini gagal memenuhi
sebagian fungsinya?
Tidak sukar memperkirakan jawabannya. Sejumlah contoh di
dunia kedokteran memperjelas betapa pentingnya sistem kekebalan. Kisah pasien
yang dikutip dalam banyak sumber terkait memperlihatkan beta-pa sulitnya hidup
yang harus dijalani pada kasus adanya gangguan dalam sistem pertahanan.
Begitu lahir, pasien ini langsung ditempatkan di sebuah
tenda plas-tik steril. Tidak ada satu pun yang diperbolehkan masuk. Pasien itu
dila-rang menyentuh manusia lainnya. Ketika dia tumbuh besar, dia ditem-patkan
di tenda plastik yang lebih besar. Untuk keluar dari tendanya, dia harus
memakai seperangkat peralatan yang dirancang khusus mirip pakaian astronot. Apa
yang menghalangi pasien ini menjalani hidup normal seperti orang lain? Setelah
lahir, sistem kekebalan pasien ini tidak berkembang normal. Tidak ada pasukan
bersenjata di tubuhnya untuk melindunginya dari musuh.
Dokter yang menangani anak itu sadar dengan apa yang bakal
ter-jadi jika dia memasuki lingkungan normal. Dia akan segera menderita pi-lek,
penyakit bersarang di tenggorokannya; walau diberi antibiotik dan perlakuan
medis lainnya, dia akan menderita infeksi ini, infeksi itu. Tidak lama,
perawatan medis akan kehilangan efek, berakibat pada kematian anak laki-laki
itu.
Paling-paling anak laki-laki itu hanya akan bisa hidup
beberapa bulan atau beberapa tahun di luar lingkungan yang aman tersebut. Maka
dunia anak laki-laki itu selamanya dibatasi oleh dinding tenda plastiknya.
Di dalam nodus, limfa pecah pertempuran antara penyerang tubuh dan pasukan
pertahanan.
Ketika bakteri masuk melalui saluran limfatis (1),
makrofag menelan sebagian penyerang itu (2),
menghancurkannya, dan menunjukkan penanda identitas bakteri itu di permukaannya sendiri. Pesan kimiawi ini diberikan untuk semacam sel darah putih yang dikenal sebagai sel T penolong (3),
yang menanggapi dengan memperbanyak (4)
dan melepaskan pesan kimia yang memanggil lebih banyak pasukan ke bagian itu (5).
Sel T lain memberi isyarat kepada sel B untuk turun ke kancah pertempuran (6).
Sebagian sel B mulai bereproduksi (7),
dan sel-sel baru ini menyimpan informasi untuk membantu tubuh memerangi musuh yang sama di kemudian hari (8).
Sel B lain mengeluarkan ribuan antibodi setiap detik (9),
memaksa bakteri menggumpal (10).
Selanjutnya makrofag menyapu habis, menelan gumpalan bakteri sementara molekul protein tertentu dan antibodi membuat bakteri mudah ditelan makrofag (11).
Terkadang, protein tadi langsung membunuh bakteri dengan merobek dinding selnya (12).
Makrofag pembersih kemudian membersihkan seluruh nodus dari sisa-sisa pertempuran, menelan antibodi yang berserakan, bakteri mati, dan puing-puing lain sampai infeksi itu hilang.
Ketika bakteri masuk melalui saluran limfatis (1),
makrofag menelan sebagian penyerang itu (2),
menghancurkannya, dan menunjukkan penanda identitas bakteri itu di permukaannya sendiri. Pesan kimiawi ini diberikan untuk semacam sel darah putih yang dikenal sebagai sel T penolong (3),
yang menanggapi dengan memperbanyak (4)
dan melepaskan pesan kimia yang memanggil lebih banyak pasukan ke bagian itu (5).
Sel T lain memberi isyarat kepada sel B untuk turun ke kancah pertempuran (6).
Sebagian sel B mulai bereproduksi (7),
dan sel-sel baru ini menyimpan informasi untuk membantu tubuh memerangi musuh yang sama di kemudian hari (8).
Sel B lain mengeluarkan ribuan antibodi setiap detik (9),
memaksa bakteri menggumpal (10).
Selanjutnya makrofag menyapu habis, menelan gumpalan bakteri sementara molekul protein tertentu dan antibodi membuat bakteri mudah ditelan makrofag (11).
Terkadang, protein tadi langsung membunuh bakteri dengan merobek dinding selnya (12).
Makrofag pembersih kemudian membersihkan seluruh nodus dari sisa-sisa pertempuran, menelan antibodi yang berserakan, bakteri mati, dan puing-puing lain sampai infeksi itu hilang.
Anak laki-laki dalam gelembung. Terlahir pada
1971 tanpa kekebalan tubuh, dia dilahirkan dalam lingkungan suci-hama di sebuah
rumah sakit. Walau demikian, kematiannya tidak dapat dicegah.
Setelah beberapa waktu, dokter dan keluarganya menempatkan
anak itu di sebuah ruang yang betul-betul bebas hama yang dipersiapkan khusus
di rumahnya. Akan tetapi, semua upaya ini tidak membuahkan hasil. Di awal umur
belasan, anak itu meninggal ketika transplantasi tulang gagal.1
Keluarganya, para dokter, staf rumah sakit tempat dia
dirawat sebe-lumnya, serta perusahaan farmasi, telah berusaha semampu mereka
un-tuk menjaga anak laki-laki tersebut bertahan hidup. Walaupun mutlak
se-galanya sudah diupayakan, dan tempat tinggal anak laki-laki itu selalu
disuci-hamakan, kematiannya tidak dapat dicegah.
Akhir kisah ini memperlihatkan bahwa tidak
mungkin bagi manusia untuk bertahan hidup tanpa adanya sistem kekebalan yang
melindungi mereka dari mikroba. Hal ini membuktikan bahwa sistem kekebalan
pastilah sudah ada lengkap dan menyeluruh sejak manusia pertama. Oleh karena
itu, tidak masuk akal kalau sistem seperti itu berkembang secara bertahap dalam
selang waktu yang sangat lama sebagaimana dinyatakan oleh teori evolusi.
Manusia tanpa sistem kekebalan, atau dengan sistem kekebalan yang tidak
berfungsi, akan segera meninggal seperti pada contoh kasus di atas.
1. Edward Edelson The
Immune System, Chelsea House Publisher, 1989, p. 13-14
Komentar
Posting Komentar